www.bhasafm.co.id
Hasil rontgen yang menunjukkan banyak logam di perut Hendro Wijatmiko.
Jarum infus tertancap di tangannya. Dalam kondisi seperti itu, Hendro tak tampak mengeluhkan perutnya yang sering nyeri akibat bersarangnya paku payung dan logam lain dalam usus.
Sang ibu, Siti Khatijah, dan sang bibi juga tengah bersiap tidur di lantai samping bawah ranjang Hendro. Kelambu biru menjadi satu-satunya penghalang antara tempat tidur kecil itu dengan tempat tidur pasien lain.
Kelambu lain menjadi sekat sebagai penghalang dari luar. Di Ruang Mawar, ada beberapa pasien lain yang juga ditemani keluarganya.
Bilik tempat Hendro berbaring terbilang sepi dibanding yang lain. Beberapa bilik lain tampak di penuhi oleh keluarga pasien.
"Empat hari dia tidak mau makan, perutnya kembung, katanya," terang Siti, menceritakan awal mula keluhan nyeri perut Hendro sebelum dibawa ke rumah sakit.
Setidaknya, empat hari Hendro merasakan rasa nyeri yang luar biasa di bagian perut. Sang ibu dan anggota keluarga lain pun tak pernah mengira bahwa nyeri tersebut akibat bersarangnya logam-logam dalam usus.
Toh, selama ini mereka juga tak tahu bahwa Hendro pernah, jika tidak dibilang sering, menelan benda-benda tak wajar untuk dimakan itu.
Hendro selama ini tinggal bersama keluarganya di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, Situbondo. Entah kapan dan bagaimana caranya, kebiasaan mengonsumsi paku payung itu tak terendus oleh keluarga. Barangkali, itu tak lepas dari Hendro yang memiliki riwayat gangguan jiwa.
Itu sebabnya, Siti kaget bukan kepalang ketika dokter menjelaskan hasil diagnosa rontgen di RSUD Abdoer Rahem, Situbondo, sebelum dirujuk ke RSD dr Soebandi.
"Saya kaget, Hendro langsung dirujuk ke sini," tambahnya, menunjukan wajah lelah namun tetap tersenyum.
Hendro mulai mengeluhkan rasa nyeri di perutnya sekitar empat hari. Sebelum dibawa ke rumah sakit, ia sempat diobati secara sederhana. Keluarga memanggilkan untuknya tukang pijit.
Merasakan pijit yang teratur, Hendro pun mengaku rasa nyerinya berkurang. "Kok enak rasanya (dipijit)," kata Hendro, kepada Siti suatu ketika.
Siti pun senang mendengar respons tersebut. Ia bahkan tak pernah kepikiran bahwa rasa sakit pada perut Hendro diakibatkan logam-logam dalam usus dan membuat sang anak harus menginap berhari-hari di rumah sakit.
Setelah dibawa ke rumah sakit, dirujuk ke rumah sakit lain, hingga kini, kondisi Hendro mulai mendingan. Setidaknya, begitu keterangan yang ibu yang telaten mendampingi anak kedua dari dua bersaudara itu.
Melihat fakta itu, keluarga Hendro pun tak berpikir bahwa logam-logam di perut itu akibat dari ulah kegiatan-kegiatan klenik.
Dari informasi yang didapat Siti, tindakan medis operasi buat sang anak baru akan dilakukan Senin (10/7/2017) besok.
Tak lama setelah perbincangan Siti dengan Surya, bibi Hendro yang sebelumnya pergi ke tempat lain kembali. Ia mengaku dipanggil oleh perawat yang bertugas. Sang perawat menanyakan Surya yang datang malam itu.
"Harus ada surat pengantarnya kalau mau wawancara," kata sang perawat kepada bibi Hendro.
Atas alasan tersebut, obrolan itu pun berakhir. Menurut dr Jusina Evy Tyaswati SpKJ, Kepala Humas RSD dr Soebandi, peliputan saat hari libur biasanya sulit dilakukan karena tidak ada staf humas yang mendampingi.
Sang ibu, Siti Khatijah, dan sang bibi juga tengah bersiap tidur di lantai samping bawah ranjang Hendro. Kelambu biru menjadi satu-satunya penghalang antara tempat tidur kecil itu dengan tempat tidur pasien lain.
Kelambu lain menjadi sekat sebagai penghalang dari luar. Di Ruang Mawar, ada beberapa pasien lain yang juga ditemani keluarganya.
Bilik tempat Hendro berbaring terbilang sepi dibanding yang lain. Beberapa bilik lain tampak di penuhi oleh keluarga pasien.
"Empat hari dia tidak mau makan, perutnya kembung, katanya," terang Siti, menceritakan awal mula keluhan nyeri perut Hendro sebelum dibawa ke rumah sakit.
Setidaknya, empat hari Hendro merasakan rasa nyeri yang luar biasa di bagian perut. Sang ibu dan anggota keluarga lain pun tak pernah mengira bahwa nyeri tersebut akibat bersarangnya logam-logam dalam usus.
Toh, selama ini mereka juga tak tahu bahwa Hendro pernah, jika tidak dibilang sering, menelan benda-benda tak wajar untuk dimakan itu.
Hendro selama ini tinggal bersama keluarganya di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, Situbondo. Entah kapan dan bagaimana caranya, kebiasaan mengonsumsi paku payung itu tak terendus oleh keluarga. Barangkali, itu tak lepas dari Hendro yang memiliki riwayat gangguan jiwa.
Itu sebabnya, Siti kaget bukan kepalang ketika dokter menjelaskan hasil diagnosa rontgen di RSUD Abdoer Rahem, Situbondo, sebelum dirujuk ke RSD dr Soebandi.
"Saya kaget, Hendro langsung dirujuk ke sini," tambahnya, menunjukan wajah lelah namun tetap tersenyum.
Hendro mulai mengeluhkan rasa nyeri di perutnya sekitar empat hari. Sebelum dibawa ke rumah sakit, ia sempat diobati secara sederhana. Keluarga memanggilkan untuknya tukang pijit.
Merasakan pijit yang teratur, Hendro pun mengaku rasa nyerinya berkurang. "Kok enak rasanya (dipijit)," kata Hendro, kepada Siti suatu ketika.
Siti pun senang mendengar respons tersebut. Ia bahkan tak pernah kepikiran bahwa rasa sakit pada perut Hendro diakibatkan logam-logam dalam usus dan membuat sang anak harus menginap berhari-hari di rumah sakit.
Setelah dibawa ke rumah sakit, dirujuk ke rumah sakit lain, hingga kini, kondisi Hendro mulai mendingan. Setidaknya, begitu keterangan yang ibu yang telaten mendampingi anak kedua dari dua bersaudara itu.
Melihat fakta itu, keluarga Hendro pun tak berpikir bahwa logam-logam di perut itu akibat dari ulah kegiatan-kegiatan klenik.
Dari informasi yang didapat Siti, tindakan medis operasi buat sang anak baru akan dilakukan Senin (10/7/2017) besok.
Tak lama setelah perbincangan Siti dengan Surya, bibi Hendro yang sebelumnya pergi ke tempat lain kembali. Ia mengaku dipanggil oleh perawat yang bertugas. Sang perawat menanyakan Surya yang datang malam itu.
"Harus ada surat pengantarnya kalau mau wawancara," kata sang perawat kepada bibi Hendro.
Atas alasan tersebut, obrolan itu pun berakhir. Menurut dr Jusina Evy Tyaswati SpKJ, Kepala Humas RSD dr Soebandi, peliputan saat hari libur biasanya sulit dilakukan karena tidak ada staf humas yang mendampingi.